Wahai
saudaraku seiman, sungguh jika kita memperhatikan tajuk yang terpampang di
atas, tentunya logika kita akan serta-merta menyatakan; tidak mungkin hal
tersebut terjadi pada diri seorang hamba, dan tidak mungkin seorang hamba akan
merasakan yang demikian itu kecuali orang-orang yang sombong.
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari
muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau
tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al A’raaf: 17)
Ayat
ini menggambarkan kepada kita bahwa tatkala kita mewaspadai syaitan agar kita
tidak bersikap berlebihan (ifrath) maka dia akan menjerumuskan kita kepada
kebalikannya yakni sikap meremehkan (tafrith).
Waspada
dan Jangan Tertipu
Ada
kalanya kita telah menunaikan banyak amalan kebaikan, berupa; sholat tahajud di
malam hari, berpuasa di siangnya, banyak bertilawah dan menghafal Quran dan
hadits, senantiasa hadir di majelis-majelis ilmu, menjaga sholat sunah rawatib,
dan senantiasa berjamaah di masjid, tanpa sadar kita merasakan kebanggaan dalam
diri kita. Kita merasa telah menjadi orang yang bertakwa, merasa bahwa diri
kitalah yang paling sholih di muka bumi ini atau setidaknya di kampung kita.
Bahkan merasa bahwa diri kita akan dimasukkan ke dalam surga di hari akhirat
nanti. Tidak, wahai saudaraku. Jikalau kita merasakan yang demikian itu maka
justru yang terjadi adalah sebaliknya, karena Alloh subhanahu wa ta’ala telah
berfirman dalam kitab-Nya:
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab
Alloh? Tiada yang merasa aman dari azab Alloh kecuali orang-orang yang merugi.”
(QS. Al A’raaf: 99)
“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan
kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’ Yaitu
orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi:
103-104)
Sia-sia
karena tidak ikhlas dalam beramal sehingga amalannya tidak berpahala, dan
sia-sia karena ujub (merasa bangga) dengan amalannya. Sebagian ulama salaf
berkata: “Betapa banyak amalan kecil yang menjadi besar karena niatnya, dan
betapa banyak amalan-amalan besar menjadi kecil karena niatnya.”
Buah
Keimanan Kepada Takdir
Sungguh
berbahagialah orang yang pengimanan terhadap takdir Alloh subhanahu wa ta’ala
menghujam kuat di dadanya, dia akan selamat dari rasa ujub, karena apabila dia
mendapat musibah maka dia bersabar, tidak kecewa dan bersedih hati. Apabila ia
mendapat kesenangan dia bersyukur dan tidak merasa bangga atas apa yang telah
ia usahakan karena tidak ada yang menetapkan musibah dan rezeki baginya kecuali
Alloh subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi
dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh. Supaya
kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Alloh tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid:
22-23)
Apabila
dia diuji oleh Alloh subhanahu wa ta’ala dengan amal shalih yang telah
diperbuatnya dia tidak ujub dan merendahkan pelaku maksiat, bila dia diuji
Alloh subhanahu wa ta’ala dengan perbuatan maksiat dia tidak terus-menerus
dalam perbuatan tersebut, dia bertaubat dan tetap berprasangka baik kepada-Nya.
Karena Alloh subhanahu wa ta’ala telah berfirman,
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu),
kecuali bila dikehendaki Alloh. Sesungguhnya Alloh adalah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” (QS. At Takwir: 29)
Dan
Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Tak
seorang pun di antara satu jiwa kecuali telah ditetapkan tempatnya di neraka
atau di janah dan telah ditetapkan untuknya akan hidup sengsara dan bahagia.
Seseorang dari suatu kaum bertanya: ‘Ya Rosululloh mengapa kita tidak pasrah
dengan ketetapan itu dan meninggalkan amalan? Jika di antara kita ada yang akan
hidup bahagia maka ia akan beramal dengan amalan orang berbahagia dan barang
siapa yang sengsara maka ia akan beramal dengan amalan orang yang sengsara?’
Beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘beramallah! Masing-masing
dimudahkan untuk menempuh apa yang ditetapkan untuknya, jika ia termasuk orang
yang sengsara maka ia akan mudah untuk beramal dengan amalan orang yang
sengsara dan jika ia termasuk orang yang berbahagia maka ia akan mudah untuk
beramal dengan amalan orang yang berbahagia.’ Kemudian beliau shollallahu
‘alaihi wa sallam membaca ayat:
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di
jalan Alloh) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang yang
bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka
kelak kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar.” (QS. Al-Lail: 5-10). (HR.
Bukhori dan Muslim)
Betapa
banyak orang yang telah diuji Alloh subhanahu wa ta’ala dengan kebaikan,
kemudian kebaikan tersebut menjadikannya dia bersifat sombong lagi membanggakan
diri (ujub) kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala membinasakannya ke jurang
kemaksiatan. Dan betapa banyak pula orang yang di uji Alloh subhanahu wa ta’ala
dengan kemaksiatan kemudian dia bertaubat, kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala
menakdirkan baginya untuk menjadi orang yang bertakwa dan memberikan kedudukan
yang mulia baginya di surga. Inilah makna firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman
dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Alloh dengan
kebajikan. Dan adalah Alloh maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al
Furqon: 70)
Bersangka
Baiklah Kepada Alloh
Berdasarkan
firman Alloh subhanahu wa ta’ala dalam sebuah hadits Qudsi, “Sesungguhnya Aku
sebagaimana persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, jika dia berprasangka baik
kepada-Ku maka baginya kebaikan dan apabila dia berprasangka buruk kepada-Ku
maka baginya keburukan.” (HR. Ahmad)
Maka
wajib bagi kita untuk berprasangka baik terhadap Alloh subhanahu wa ta’ala
tatkala diuji dengan kemaksiatan, bahwasanya Alloh subhanahu wa ta’ala
menakdirkan bagi kita perbuatan tersebut agar kita menyadari bahwa ketika telah
berbuat kebaikan kita sering lupa bahwa sesungguhnya hal tersebut tidak akan
terjadi melainkan dengan takdir Alloh subhanahu wa ta’ala, sehingga kita merasa
bangga atas apa yang telah kita upayakan. Sesungguhnya tatkala seorang hamba
merasa sombong dan mengangkat diri dihadapkan manusia, maka Alloh subhanahu wa
ta’ala akan menghinakannya di mata manusia. Tidaklah berarti bahwa penulis
telah selamat dari perkara ini saat menulis artikel ini, karena perkara ini
sangatlah besar. Hanya kepada Alloh lah kita memohon pertolongan.
0 komentar:
Posting Komentar